Sabtu, 12 Februari 2011

Tentang Cinta

Cinta itu apa, ya?! Bercinta itu apa?! Kenapa sedemikian sulitnya untuk mengerti dan memahaminya?! Padahal hanya tinggal dirasakan saja, tidak perlu harus repot-repot. Semua sangat tergantung pada nyali kita sendiri, seberapa besar keberanian untuk mau mendengarkan suara hati dan merasakannya. Pembenaran bisa saja dilakukan secara logika hingga ada sejuta alasan untuk membenarkan apa yang dirasakan, namun belum tentu itu yang sesungguhnya. Hati bisa dipungkiri dengan mudahnya oleh logika dan juga hasrat, ambisi, dan nafsu.

Seorang pria menyatakan cintanya kepada seorang perempuan. Seperti biasa, segala usaha dan upaya selalu dilakukan.

“Saya cinta kamu.”

“Kenapa cinta?! Kok bisa?!”

“Kamu cantik, pintar, dan sangat menarik. Saya jatuh cinta padamu.”

“Kalau saya jelek, bodoh, dan tidak menarik, apa kamu akan tetap cinta?!”

“Kamu juga baik hati, tidak sombong, dan penuh perhatian serta pengertian.”

“Dari mana dirimu tahu saya seperti itu?! Apa yang kamu tahu tentang diri saya?!”

“Ya, tahulah! Dirimu sungguh sangat indah dan luar biasa.”

“Tidak ada yang tahu tentang saya selain diri saya sendiri. Indah itu menjadi relatif karena pada saat sedang cinta semua juga menjadi indah, bagaimana bila sudah tidak cinta?”

“Nggaklah, saya cinta kamu selamanya.”

“Sepertinya dirimu harus bertanya kembali, apakah benar dirimu cinta kepada saya atau dirimu hanya cinta kepada dirimu sendiri. Dirimu hanya bernafsu kepada saya dan saya tidak ingin menjadi pelampiasan nafsumu. Jawabanmu sudah cukup membuktikan semuanya bagi saya.”

Cinta tidak membutuhkan alasan untuk bisa mencitai. Cinta adalah sebuah anugerah, sehingga menjadi pertanyaan besar bagi saya bila ada yang memberikan alasan. Cinta itu datang dan untuk diberikan bukan untuk menjadi sebuah alat yang bisa dimanfaatkan untuk memuaskan keinginan. Itu bukan cinta namanya, tetapi nafsu semata. Kalau yang baik dan bagus dicintai, tetapi keburukannya tidak diterima dan bahkan dibenci. Bagaimana, ya?!

Saya jadi ingat seseorang penuh cinta yang mempertanyakan soal cinta saya kepadanya. Dia berkata, “Suatu hari nanti kamu akan membenci saya. Bukumu akan ditutup dengan kebencian terhadap saya.”

Saya pun lalu berkata padanya, “Benci atau tidak benci, dirimu akan tetap menjadi dirimu. Untuk apa saya membenci bila memang saya cinta. Saya tidak mengharapkan apa-apa darimu. Yang saya inginkan hanyalah kebahagiaanmu dan juga semua. Mutiara terindah harus berkilau untuk memberikan cahayanya bagi semua. Hanya itu saja.”

Tidak jarang saya dikatakan bodoh dan dungu karena lebih memilih karena selalu mengagungkan cinta. Bagi saya, cinta adalah segalanya. Pengalaman adalah pelajaran yang sangat berharga. Sekali berdusta pada hati, maka semuanya tidak akan menjadi lebih baik. Apapun yang menjadi keinginan, hasrat, dan ambisi meski niatnya baik sekalipun tidak akan berbuah keindahan. Kejujuran menjadi sangat penting dan cinta diperlukan kejujuran serta ketulusan dan keikhlasan hati. Lebih baik tidak punya pacar daripada hanya untuk menjadi terkurung oleh logika dan nafsu. Apa enaknya?!

“Bercinta tiada pernah harus berakhir.”

“Mana sanggup?! Gempor, dong!!!”

“Memangnya yang namanya bercinta harus selalu di atas tempat tidur?!”

“Habis bagaimana?!”

“Bercinta bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, dan dengan cara apa saja selama cinta itu memang benar adanya.”

“Maksudnya?!”

“Bila memang benar cinta, maka setiap saat, setiap waktu, setiap hembusan nafas, kita akan selalu ingat dengannya dan akan selalu berusaha melakukan apapun yang terbaik yang bisa kita berikan untuk kebahagiaannya. Sehingga kita selalu juga bercinta dengannya.”

“Caranya?!”

“Dengarkan hatimu dan satukanlah hatimu dengan hatinya, jadilah satu dalam cinta maka bercinta itu pun akan tiada pernah harus berakhir.”

Bercinta adalah meluruhkan seluruh jiwa dan juga raga menjadi sesuatu yang baru yang dinamakan “bersama”. Tidak ada seorang pun yang bisa melakukannya bila tidak ada cinta di dalamnya karena memang dibutuhkan hati dan cinta yang sesungguhnya untuk bisa melakukannya. Bila tidak, bukan bercinta namanya, tetapi hanya bernafsu saja. Yang dihasilkan hanyalah kenikmatan dan kepuasan untuk diri sendiri saja, bukan untuk bersama.

Dua manusia bisa bersetubuh dan bersanggama, menyatu dalam raga tetapi benarkah mereka bercinta?! Belum tentu! Banyak yang melakukannya karena untuk memenuhi kewajiban semata karena sudah terikat dalam ikatan sebagai sepasang suami dan istri. Tak sedikit yang melakukannya hanya karena untuk memenuhi nafsunya semata. Apalagi bila ada unsur dominasi, pemaksaan, dan pelarian, sudahlah. Tidak usah berkata cinta dan mengaku bercinta jika demikian. Sama sekali tidak indah dan memberikan keindahan.

Cinta selalu memberikan aspirasi secara spiritual selalu mendorong untuk menghasilkan keindahan karena cinta itu sendiri adalah keindahan. Keindahan ini ada karena ada kebahagiaan yang dirasakan oleh bersama dan semua, bukan hanya oleh diri sendiri. Bahkan anak-anak di dalam rumah pun bisa merasakannya. Bila tidak ada cinta, meski tetap bersama di dalam sebuah ikatan, maka anak-anak yang ada pun tidak akan pernah bisa merasa bahagia. Biar bagaimana pun juga mereka memiliki naluri dan juga insting yang bisa merasakan apa yang terjadi pada kedua orang tua mereka. Kasihan, kan?!

Oleh karena itulah, jangan pernah berdusta, bila memang cinta, lakukanlah sesuatu untuk mempertahankannya dengan memberikan cinta yang benar-benar tulus dan ikhlas. Bila memang tidak, jujurlah dan lakukan sesuatu untuk bisa tetap menjadi keindahan dengan tidak perlu ada marah, dendam, dan sakit hati. Berikanlah cinta yang ada di dalam diri kepada semua dengan berjiwa besar  dan penuh keberanian serta jiwa yang besar meski harus pahit tetapi yakinlah bahwa  kejujuran itu jauh lebih membuat bahagia dibandingkan dengan dusta. Tidak ada yang pernah bisa membahagiakan yang lainnya bila diri sendiri pun tidak bahagia.

Sama halnya dengan cinta dan bercinta dengan bangsa dan Negara ini. Bila memang benar cinta, lakukanlah sesuatu dan berikanlah yang terbaik untuk bangsa dan Negara. Terimalah segala sesuatunya dengan lapang dada karena baik dan buruknya bangsa dan Negara ini tetap merupakan diri kita sendiri. Ibu pertiwi sudah memberikan banyak sekali kepada kita hingga kita bisa tumbuh menjadi seperti sekarang ini, tidakkah ada cinta untuknya dengan memberikan juga cinta yang tulus dan ikhlas?!

Bercintalah dengan bangsa dan Negara ini dengan menyatukan seluruh jiwa dan raga dengan bangsa dan Negara ini. Rasakanlah apa yang ada dan singkirkan segala rasa marah, dendam, iri hati, dengki, dan juga segala hasrat, nafsu, serta ambisi yang ada. Hanya dengan cara ini kita bisa membuat masa depan dan kehidupan menjadi lebih baik lagi. Bukankah itu yang memang kita semua inginkan?!

Tidak perlulah sombong dan tinggi hati dengan merasa lebih baik dari yang lainnya dan merasa paling cinta. Tidak perlu jugalah berkata bahwa yang lain itu salah bila diri sendiri pun belum jujur mengakui kesalahan. Mulut bisa bicara dan penampilan bisa menipu tetapi hati tidak bisa berdusta dan dipungkiri. Mata dan kata yang ada di dalam hati selalu ada untuk menunjukkan dan menuntun. Tidak ada yang perlu dibuktikan karena tidak perlu ada alasan, semua ada masanya. Waktu bisa bicara. Bersiaplah untuk mempertanggungjawabkannya.

Yuk, penuhi diri dengan cinta dan rasakanlah cinta. Bercintalah kita sepanjang waktu tanpa harus berhenti dengan penuh cinta.



Salam hangat penuh cinta selalu untukmu Rara Fattah Pradipta..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar