Jumat, 04 Februari 2011

Posisi mahasiswa dalam ekonomi politik sosial

Oleh Refki Ahmad Bentara*)

Hasil-hasil pembangunan ekonomi hingga kini belum merupakan sesuatu
yang dapat memupuk kepercayaan diri-sendiri kita, dan menambah
kesanggupan kita untuk membangun secara bersemangat. Seolah-olah
rencana-rencana pembangunan dari pemerintah tidak merupakan suatu
barang yang hidup untuk masyarakat kita secara kebulatan, meskipun
pentingnya hal itu diterima juga oleh daerah-daerah yang bersangkutan
langsung. Kesan umum ialah bahwa, pembangunan ekonomi itu tinggal
sebagai rencana-rencana pemerintah saja, dimana setiap kebijakan yang
diambil berusaha sendiri-sendiri dan bukannya sebagai kebijakan
pelaksanaan sebagian dari suatu rencana pembangunan umum yang
integral.
Begitu pun dengan partai-partai politik. Partai-partai politik umumnya
menyokong pembangunan ekonomi sebagai suatu semboyan umum. Akan tetapi
kita melihat juga bahwa masalah pembangunan ekonomi tidak memegang
peranan dalam pikiran kaum politikus partai sekarang. Oleh sebab itu
kerap timbul kesan bahwa pembangunan ekonomi kita ini seolah-olah
setengah-setengah saja dikerjakan, seperti tak bias berangkat dan
macet. Padahal, pembangunan ekonomi itu seharusnya merupakan
penjelmaan suatu pergerakan rakyat yang dibimbing secara sadar oleh
pemerintah.
Pemberdayaan masyarakat atau social empowerment memiliki implikasi
politis, terutama dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Sebab,
partisipasi aktif masyarakat akan mendeterminasi tingkat signifikansi
gerakan otonomi daerah. Sesungguhnya, konsep dan gerakan pemberdayaan
masyarakat memusatkan perhatian pada realitas bahwa manusia ataupun
masyarakat (rakyat) dapat mengalami berbagai hambatan dan kendala
cultural serta structural dalam proses sekaligus gerak aktualisasi
eksistensinya sehingga sulit membangkitkan dirinya. Apabila jika
manusia atau masyarakat tersebut hidup ditengah ingar-bingar nya
kantong-kantong alienasi dan disparitas social dan akut.
Supaya mampu menghadapi tantangan-tantangan ini, akan diperlukan juga
kemampuan untuk mengadakan pembaruan-pembaruan, innovative capability
yang lebih besar. Universitas-universitas kitalah yang seharusnya
menjadi wadah bagi innovative capability masyarakat kita.
Universitas-universitas kita dewasa ini nampaknya belum merupakan
wadah semacam itu, biarpun ada cukup tanda-tanda yang menunjukkan
bahwa potensinya ada. Persoalannya, kita harus berani mengutamakan
tujuan itu dalam skala prioritas kita, dan kita harus berani membuang
gejala-gejala konformisme dan formalisme yang masih banyak terdapat di
universitas-universitas karena hubungan feodal antara guru dan
mahasiswa.
*) Penulis adalah aktivis mahasiswa di Aceh Utara.
http://chipput.wordpress.com/2010/04/13/posisi-mahasiswa-dalam-ekonomi-politik-sosial/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar